Jumat, 07 Maret 2008

PENDIDIKAN TERJANGKAU

“PESAN AL-MA’UN DAN REALITA PENDIDIKAN DI MUHAMADIYAH”

Teringat sebuah cerita, dikala KHA. Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri persyarikatan Muhammadiyah mengajarkan sebuah ayat kepada para muridnya. Tidak seperti ayat lainnya, beliau selalu mengulang kajian ayat tersebut sampai beberapa kali. Ketika “kebosanan” menimpa para muridnya, merekapun bertanya pada sang kiai tentang mengapa ayat tersebut diulang-ulang. Dengan tenangnya KHA. Dahlan mengatakan bahwa beliau mengulang-ulang ayat tersebut karena para muridnya belum bisa mengamalkan ayat tersebut. Ahmad Dahlan sangat terkenal dengan ulama yang kaya amal. Artinya dia akan selalu mengamalkan apa yang ia pelajari dan apa yang ia ajarkan. Tak terkecuali ayat tersebut.

Ayat tersebut adalah ayat-ayat dalam surat Al-ma’un, sebuah surat yang terletak dalam urutan yang ke 107 dalam Al qur’an, sebuah surat yang sangat pendek yang sering didengar ketika sholat berjama’ah, karena imamnya sering membaca juz ‘amma. Walaupun sering dibaca dan diulang-ulang dikaji rupanya menurut Ahmad Dahlan hal ini belum terealisasi dengan baik, sehingga dia terus mengulang kajian itu agar muridnya dapat merealisasikan ayat tersebut.

Dari inspirasi ayat tersebut akhirnya berdirilah panti asuhan, rumah sakit dan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang semuanya diperuntukan untuk fakir miskin dan kaum dhu’afa. Namanya untuk fakir miskin tidak mungkin biayanya mahal, harus ada iuran ini dan itu dan lain sebagainya. Itulah awal Muhammadiyah berdiri, Muhamamdiyah betul-betul sangat dekat dengan para dhu’afa, para fakir dan miskin.

Waktu terus berjalan dan zamanpun telah berubah. Berjalannya waktu membuat Muhamamdiyah dapat tersebar ke seluruh Indonesia bahkan mungkin ke luar negeri (walaupun sebenarnya yang mendirikan di luar negeri adalah warga Indonesia, tapi tetap perlu kita apresiasi). Dengan tersebarnya Muhammadiyah secara otomatis tersebar pula amalan-amalan yang dulunya menjadi amalan KHA. Dahlan dan muridnya. Akhirnya berdirilah rumah sakit Muhamamdiyah, berdirilah sekolah Muhamamdiyah, berdirilah panti asuhan Muhammadiyah dan Amal Usaha Lainnya di seluruh Indonesia. Bahkan ada sebuah anekdot, orang Muhammadiyah berkumpul berapapun orangnya akan membuat sekolah, kalau orang NU akan membuat pondok.

Hal diatas menjadi point positif bagi progresifitas gerakan Muhammadiyah. Artinya yang namnya gerakan harus bergerak, dan salah satu cara bergeraknya adalah dengan amal usaha. Akan tetapi terjadi permasalahan disini, penyebaran Muhammadiyah ke seluruh Indonesia kemudian diikuti berdirinya Amal Usaha Muhammadiyah telah menyurutkan bahkan mungkin menghilangkan nilai dan tujuan awal dari berdirinya amal usaha tersebut.

Jika ditilik dari awalnya bahwa Amal Muhammadiyah didirikan betul-betul sebagai wadah untuk pengabdian kepada masyarakat bawah dan dhu’afa. Bahkan amal usaha tersebut didirikan karena ada mereka yang termarginalkan oleh sistem yaitu kaum dhuafa dan fakir miskin dan Muhammadiyah ingin untuk mengangkat harkat dan martabat mereka seperti yang direfleksikan oleh surat Al-ma’un. Akan tetapi sekarang yang terjadi adalah bahwa semua amal usaha Muhammadiyah yang sekarang berdiri dimana-mana berubah haluan dengan memihak kepada mereka yang kaya, mereka yang berduit, mereka yang punya modal, tidak lagi berpihak pada kaum dhu’afa dan fakir miskin. Sekolah Muhammadiyah semakin mahal, Rumah sakit Muhammadiyah semakin tak terjangkau, dan berbagai amal usaha lainnya sudah tidak lagi melihat mereka yang terpinggirkan.

Secara lebih spesifik kita tilik sekolah Muhammadiyah. Jika mau dibagai hanya ada dua sekolah Muhammadiyah. Yaitu yang mahal yang notabenenya favorit yang diisi oleh orang-orang berduit, yang biasanya mempunyai kualitas baik, dan sekolah yang murah yang notabenenya “sekolah buangan” yang diisi oleh anak-anak yang tidak diterima di negeri dan atau sekolah favorit atau mereka yang tidak mempunyai uang yang hampir semua sekolahan tersebut mempunyai kualiatas pas-pasan bahkan dibawah standar.

Dari hal diatas terlihat sekali betapa Muhammadiyah tidak melihat para kaum lemah. Seakan Muhammadiyah sudah mengotakkan bagi kaum miskin sekolah ditempat yang rendah, dan bagi yang kaya sekolah ditempat yang bagus. Inilah diskriminasi yang tidak disadari oleh Muhammadiyah. Mengapa tulisan ini berani mengatakan demikian, karena jika dilihat apa yang dilakukan Muhammadiyah menghadapi hal diatas?. Muhammadiyah hanya bisa diam dan tidak melakukan apa-apa, bahkan sangat mendukung sekolah yang kaya agar income ke Pimpinan setempat tinggi.

Memang hal ini hanya dilihat secara umum Muhammadiyah se-Indonesia. Sebagai contoh benar masih ada sekolah Muhammadiyah yang kaya yang memperhatikan kaum fakir yang tidak mampu melanjutkan sekolahnya, benar masih ada sekolah Muhammadiyah yang memberikan beasiswa kepada mereka yang tidak mampu. Akan tetapi perlu dilihat kembali berapa persen dari amal usaha itu yang berpihak pada kaum dhuafa. Inlah permasalahannya, apalagi sekolah Muhammadiyah sebagai tempat kaderisasi Muhammadiyah secara khusus dan penerus bangsa secara umum sangat perlu untuk menyentuh mereka yang tidak mampu. Sekolah Muhammadiyah terlihat elite dan hanya bisa disentuh oleh orang-orang berduit.

Permasalahan ini sudah lama ada dan menjadi pembicaraan secara luas, akan tetapi sampai sekarang belum ada solusi konkrit bagaimana amal usaha Muhammadiyah dalam hal ini pendidikan Muhammadiyah dapat kembali berperan dalam masyarakat, baik itu yang mampu maupun tidak mampu, bukan bagi mereka yang mempunyai mobil, sehingga membuat macet jalan yang ada ketika penjemputan. Bukan pula bagi mereka yang berduit yang hanya bisa memberi uang tanpa kualitas.

Sekarang waktunya kita untuk memikirkan bagaimana solusi yang bisa kita berikan agar wajah pendidikan Muhammadiyah kembali cerah secerah sangsurya yang menyinari setiap lubuk kalbu dengan sinar ilahinya. Sudah habis waktu kita untuk mengeluh dan mengeluh, waktunya sekrang untuk bergerak dan bergerak.........Muhammadiyah tetaplah bersinar !!!!!!!

BARU PINGIN MIKIR

IRM KU IRM MU IRM KITA SEMUA

Oleh : Muhammad Arif Hidayatulloh

Ikatan Remaja Muhammadiyah atau yang disebut IRM, tentunya kata – kata ini tidak asing ditelinga kita. Itulah organisasi yang saat ini kita berkiprah didalamnya, organisasi yang kita ketahui sama seperti osis di sekolah negeri dan organisasi yang katanya milik Muhammadiyah.

Inilah IRM, organisasi ini sebelumnya bernama IPM, organisasi ini berubah nama bukan karena sakit–sakitan atau terlalu berat dengan namanya seperti filosofi orang Jawa, tapi perubahan ini menurut buku saku anggota IRM terjadi karena ada tekanan dari pihak pemerintah, yaitu ketika pemerintah melarang organisasi yang berbau pelajar melakukan aktivitasnya. Organisasi yang berbau pelajar tersebut diwajibkan untuk membubarkan diri, atau berubah nama, kalau tidak taat akan dibubarkan secara paksa oleh pemerintah. Peraturan diatas membuat IPM “takut”, jika membubarkan diri bagaimana nasib anggota IPM yang jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh Indonesia, kalau tidak membubarkan maka IPM akan dibubarkan secar paksa oleh pemerintah, akhirnya IPM menempuh pilihan politis, yaitu mengubah nama menjadi IRM, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan organisasi dan anggotanya. Akhirnya resmi tanggal 18 November 1992, setelah sebelumnya berdiri pada tahun 1961 tanggal 18 Juli.

50 tahun itulah umur Muhammadiyah ketika IPM berdiri, dengan umur yang begitu tua Muhammadiyah sudah tersebar diseluruh penjuru dan pelosok Indonesia, bahkan sudah dikenal diluar Indonesia. Dalam setengah abad ini tentunya Muhammadiyah sudah banyak berkiprah bagi bangsa Indonesia. Salah satu kontribusi yang real adalah dengan didirikannya lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan ini sudah menyebar keseluruh Indonesia, dapat dipastikan setiap daerah di Indonesia mempunyai lembaga pendidikan Muhammadiyah dalam tulisan ini yang dimaksud adalah tingkat menengah dan atas.

Makin lama lembaga pendidikan Muhammadiyah yang selanjutnya disebut sekolah Muhammadiyah semakin banyak dan berdiri hampir diseluruh pojok daerah di Indonesia. Rupanya hal ini ditangkap oleh Pimpinan Pusa Pemuda Muhammadiyah sebagai sebuah masalah, artinya banyak sekali sekolah Muhammadiyah tetapi tidak ada organisasi yang secara rapi mengayomi dan ikut dalam pembinaan anak didik.

Sebagai tindak lanjut dari pengamatan diatas, maka dalam kenferensinya Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah memberi rekomendasi kepada Muhammadiyah untuk membentuk organisasi pelajar bagi pelajar sekolah Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang menyebarkan ide-idenya salah satunya melalui sekolah-sekolah memerlukan sebuah organisasi yang dapat mengayomi para pelajar yang belajar di sekolah Muhammadiyah. Selain itu pelajar yang selama ini dijadikan golongan kedua – dibuktikan hampir setiap kebijakan pemerintah ataupun sekolah pelajar selalu dijadikan objek, jarang ditemui pelajar yang ikut berpartisipasi dalam berbagai kebijakan tersebut – memerlukan organisasi yang dapat memperjuangkan hak-haknya sebagai pelajar. Maka tepatlah jika IRM yang dulunya IPM menjadikan pelajar sebagai basis massanya.

Akan tetapi dalam perjalanannya IRM atau IPM dapat dikatakan “kewalahan” untuk melakukan hal tersebut, mulai dari pengayoman pelajar, memperjuangkan hak-hak pelajar dan yang lainnya (terkhusus bagi pelajar Muhammadiyah). Sebagai contoh apa yang IRM lakukan ketika harga BBM naik. Padahal kita lihat secara real hampir setiap pelajar di Indonesia menggunakan kendaraan untuk berangkat kesekolah. Ketika harga BBM naik maka ongkos bis akan naik tentu ini sangat memberatkan, juga bagi mereka yang memiliki kendaraan bermotor harus menambah porsi keuangan hanya untuk bensin.

Juga ketika kurikulum pendidikan diobok-obok sedemikian rupa oleh pemerintah. Mulai dari kurikulum CBSA, Kurikulum berbasis kompentensi, sampai sekarang berubah lagi menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan atau yang sering disebut KTSP. Memang hal ini mengidentifikasikan dinamisasi pendidikan Indonesia, akan tetapi ini juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam merumuskan kurikulum. Belum lima tahun kurikulum berbasis kompetensi diluncurkan sudah berganti lagi. Akibatnya terjadi kebingungan pada tingkatan bawah terutama guru, mereka baru beradaptasi dengan satu kurikulum, harus berubah lagi. Kebingungan guru jelas berimplikasi pada murid yang diajar. Ketika ada sebuah pepatah mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari”, kalau guru saja bingung, apa yang akan diperbuat oleh pelajar, apalagi kesadaran pelajar untuk mencari ilmu belum tumbuh. Selain itu, buku yang berubah-ubah dengan biaya buku yang mahal, media belajar yang bertambah yang membuat biaya SPP membumbung tinggi – karena hampir seluruh sekolah di Muhammadiyah dan sekolah swasta lainnya bahkan negeri menggantungkan fasilitas belajar dari SPP – membuat sekolah terkesan “mengerikan” dan hanya bisa diakses oleh paranormal yang punya uang normal. Sekali lagi dipertanyakan dimana IRM?

Masih banyak permasalahan pelajar yang sampai saat ini organisasi-organisasi pelajar belum mampu untuk menjawab semua itu. KAPMI dengan politisnya membina pelajar hanya untuk menambah suara dalam pemilu, PII dengan keradikalannya membuat sebagian orang enggan untuk mendekatinya, dan IRM dengan birokratisnya membuat pelajar kurang nyaman.

Tidak berbeda dengan IRM diseluruh Indonesia Pimpinan Daerah Ikatan Remaja Muhammadiyah Kota Yogyakarta pun mempunyai tugas yang sama. Sayangnya PD IRM juga mengalami “kewalahan” dalam menjalankan tanggungjawab tersebut. Banyak isu-isu yang kurang direspon oleh IRM, banyak permasalahan yang hanya sampai pada rapat tanpa ada aplikasi yang real pada tataran bawah. Banyak konsep yang ditelurkan melalui program kerja, tapi belum bisa menyentuh kebutuhan ranting.

Sebenarnya jika ditinjau secara objektif, PD IRM Kota Yogyakarta mempunyai banyak potensi yang bisa dijadikan senjata untuk melakukan penyadaran, pendampingan, dan pemberdayaan terhadap pelajar. Banyaknya sekolah Muhammadiyah di kota ini dengan kenakeragaman siswanya yang berasal dari penjuru Indonesia menjadi modal untuk bergrerak. Jika dianalogikan ketika peperangan hal yang pertama dipenuhi adalah prajurit yang banyak. IRM Kota Yogyakarta sudah mendapatkan itu.

Hal diatas mempunyai konsekwensi logis terhadap finansial organisasi. Mengapa demikian dengan banyaknya basis maka banyak pula anggota yang iuran, dan dana tersebut rutin setiap tahun. Memang dana tersebut tidak bisa diandalkan untuk membiayai seluruh program PD, akan tetapi dana tersebut dapat dijadikan modal awal bagi perjuangan IRM. Dengan dua modal diatas semakin lengkaplah infrastruktur PD IRM Kota Jogja. Setelah pasukan yang representatif, ditambah dana yang memadai merupakan potensi besar bagi PD Kota Jogjakarta untuk melakukan dinamisasi gerakan

Selain kedua hal ditas letak geografis kota Yogyakarta yang datar dengan wilayahnya yang kecil disertai infrastruktur negara yang memadai membuat komunikasi dan koordiansi sebenarnya bisa berjalan dengan lancar. Bagaimana tidak kendaraan bertenaga manusia, hewan, bahkan mesin tersedia disini, selain itu perkembangan teknologi yang sangat pesat juga mendukung berjalannya komunikasi antar pimpinan. Berbeda jika dibandingkan dengan daerah lain diluar Kota Yogyakarta, wilayah yang luas dengan lahan berbukit, ditambah dengan transportasi yang susah menjadi makanan sehari-hari. Disinilah sebenarnya kekuatan PD IRM Kota Yogyakarta yaitu dalam hal intensitas konsolidasi.

Potensi – potensi diatas sebenarnya menjadi modal yang kuat bagi PD IRM Kota Yogyakarta untuk melaksanakan tugasnya sebagai representasi dari pelajar. Jika diibaratkan peperangan IRM telah mempunyai prajurit yang banyak, dana yang cukup, alat komunikasi yang canggih, senjata yang ampuh (berupa konsep-konsep advokasi, kritis, dls), dan strategi yang matang (gerakan sekolah kader, parlemen remaja dll).

Pertanyaan berikutnya, apakah para prajurit tersebut dapat menggunakan senjata dengan baik, dan memahami starategi yang digunakan. Jangan-jangan banyaknya prajurit justru tidak efektif untuk melaksanakan gerakan karena mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Gerakan justru menjadi kebesaran badan sehingga tidak bisa berlari kencang, hanya bisa mendengkur setiap saat.

Inilah yang harus dipikirkan selanjutnya. Mungkin selama ini IRM khususnya PD IRM Kota Yogyakarta “kewalahan” mengurusi kader, dan menjawab tantangan zaman, serta mengayomi pelajar, karena belum mampu melakukan proses internalisasi pada prajurit dengan konsep-konsep yang menjadi senjata IRM dan gerakan-gerakan yang menjadi strategi IRM. Jumlah prajurit memang banyak tapi jika mereka semua tidak mempunyi ilmu apalah gunannya.

Sebenarnya IRM sudah mempunyai alat untuk melakukan internalisasi nilai-niai, strategi, dan konsep. Alat tersebut sebenarnya sudah diketahui dan dilaksanakan oleh semua tingkatan struktur Pimpinan IRM. Alat itu adalah pelatihan kader taruna melati yang dimulai dari taruna melati satu sampai taruna melati utama. Pelatihan inilah yang menjadi gerbang awal untuk membina para prajurit untuk begaimana paham akan strategi dan dapat menggunakan senjata dengan proposional.

Sebenarnya pelatihan ini hampir setiap tahun diadakan, dengan berbagai konsep mulai yang mengalir tanpa alur sampai pada yang menjiplak dari cara pengkaderan oraganisasi lain. Tetapi pertanyaanya lagi mengapa sampai sekarang PD IRM masih “kewalahan” dalam mengurusi pelajar. Apakah pelatihannya yang salah ataupun yang lain?

Melihat hal tersebut penulis mencoba untuk mengusulkan sebuah strategi dalam pelaksanaan pelatihan ini. Ada tiga fase ketika bicara masalah pelatihan ini, yaitu pra, pas, dan pasca pelatihan.

Ada beberapa hal yang akan dibahas ketika bicara pra atau sebelum pelatihan:

1. Need Assesment

Analisis kebutuhan, itulah yang seharusnya didahulukan ketika memulai pelatihan. Sebenarnya kebutuhan apa yang mendesak untuk dikaji, untuk dijawab oleh IRM Daerah Jogja. Jangan sampai PD IRM Kota Yogyakarta membuat materi yang begitu rumit, njlimet, tinggi dan lainnya akan tetapi tidak bisa diterima oleh peserta.

Dengan hal ini diharapkan dalam pelatihan bukan teori top down yang digunakan, dalam arti semua materi dan alur berasal dari fasilitator atau PD IRM secara umum, akan tetapi lebih pada bootom up, artinya apa yang dibutuhkan kader dan apa yang menjadi permasalahan di ranting itulah yang menjadi dasar atau latar belakang pelatihan. Jangan sampai pelatihan diadakan hanya sebagai proyek program kerja - agar tidak digugat oleh ranting ketika musyda - sehingga pelatihan tanpa orientasi, yang penting terlaksana, dan entah hasilnya apa.

Need assesment inilah yang menjadi dasar materi apasaja yang akan dibahas ketika teruna melati dan berapa waktu yang dibutuhkan nantinya.

2. Target dan Out put pelatihan

Setelah kita mengetahui apa yang dibutuhkan oleh basis baru kita mencari target dari pelatihan tersebut, jangan sampai pelatihan kader taruna melati tidak mempunyai targetan yang jelas. Kalau seperti itu tidak ada bedanya dengan orang yang berjalan tanpa tujuan, padahal organisasi IRM adalah organisasi yang mempunyai cita-cita dan daftar keinginan yang jelas. Selain itu jika tidak ada targetan dalam sebuah pelatihan, maka perjalanan pelatihan akan berjalan kemana-mana, tidak jelas dan tidak terarah.

Setelah itu, output apa yang akan dihasilkan oleh pelatihan. Output disini diartikan sebagai hasil konkrit apa yang bisa dihasilkan oleh pelatihan ini, dalam bahasa anak muda adalah oleh-oleh apa yang bisa dibawa dari pelatihan. Bukan berarti pelatihan ini berorientasi hasil tanpa memikirkan proses. Proses itu penting tapi jangan sampai kita lupa pada hasil. Juga jangan dipahami bahwa out put diartikan munculnya orang yang langsung bisa menjadi ketua IRM, tidak. Oleh-oleh disini diartikan sebagai strategi apa yang akan digunakan untuk menjawab semua masalah yang dihadapi yang sesuai dengan keadaan daerah Kota Yogyakarta.

Sebagai contoh kita mempunyai strategi gerakan, seperti gerakan sekolah kader, parlemen, remaja, dan iqro’. Gerakan tersebut sangatlah umum karena itu dibentuk untuk menjawab seluruh permasalahan di Indonesia, dipelatihan inilah dapat dirumuskan strategi apa yang akan digunakan, mengambil salah satu, atau menelurkan strategi baru untuk berjuang.

3. Penyusunan alur dan materi pelatihan

Kita sudah memegang latar belakang dan orientasi pelatihan kita. Jika diibaratkan orang bepergian kita sudah mempunyai bekal mengapa kita pergi, berapa uang yang dimiliki serta tujuan mau kemana. Setelah itu baru kita berpikir kendaraan apa yang kita gunakan untuk pergi ketujuan tersebut, mobil, motor, atau pesawat dll, serta lewat jalan yang mana kita pergi menuju tujuan. Jalan itulah alur dan kendaraan adalah materi pelatihan tersebut.

Ketika sebuah pelatihan tidak beralur, maka jalannya pelatihan akan mengalir lepas seperti mengalirnya air sungai, walhasil tidak mencapai tempat yang diinginkan.

4. Penyusunan teknis pelatihan

Setelah semua konsep selesai baru kita merumuskan teknis pelatihan mulai dari pembukaan sampai terkahir acara. Mulai dari konsumsi sampai perlengkapan, mulai dari menghubungi pembicara sampai mencari dana. Semuanya dibentuk setelah konsep selesai sehingga panitia dapat bekerja dengan jalur yang jelas.

Setelah konsep materi dan konsep teknis acara selesai maka tinggalah memasuki acara pelatihan. Tidak begitu rumit ketika memasuki acara inti, mengapa karena sebenarnya PD IRM Kota Yogyakarta sudah berpengalaman dalam hal mengelola acara. Tetapi ada satu hal yang perlu diperhatikan, job deskripsi harus jelas dan dikawal dan dijaga selalu. Boleh untuk membantu teman dalam melaksanakan jobnya tetapi setelah job yang bersangkutan selesai.

Pelatihan hanyalah formalitas untuk membuat tim yang akan kita ikutkan dalam peperangan. Maka tidak berarti setelah pelatihan selesai sudah. Akan tetapi perlu adanya tindak lanjut dari sebuah pelatihan.

Ada beberapa catatan dalam follow up tersebut :

  1. Tidak terlepas dari need assesment yang telah dianalisa awalnya. Artinya ketika tim fasilitator merumuskan materi – materi follow up tidak bisa terlepas dari need assesment yang sudah dijadikan landasan pelatihan. Sekali lagi jangan sampai fasilitator terlalu egois untuk menentukan materi yang menurut tim fasilitator cocok.
  2. Mengacu pada target pelatihan awalnya. Target pelatihan juga menjadi target dari follow up, karena follow up tidak bisa dilepaskan dari pelatihan itu sendiri, sehingga jangan sampai pelatihan memiliki orientasi sendiri, follow up juga mempunyai orientasi sendiri. Tapi jangan dipahami target pelatihan harus sama 100% dengan follow up, perlu adanya inovasi target yang tetap mengacu pada permasalahan.

Catatan ada perbedaan signifikan antara pelatihan dan follow up. Kalau pelatihan lebih pada tatanan konsep dan contoh yang abstrak, maka follow up lebih ditekankan pada dataran praksis dan real dalam realitas sosial.

Akhirnya lengkaplah semua bekal bagi IRM untuk berperang. Prajurit yang banyak dan tangguh serta mampu mengoperasionalkan senjata secara proposional, ditambah strategi yang jitu yang dipahami oleh seluruh prajurit, disertai dana yang memadai dan tentunya dengan Pimpinan yang sehat maka dapat dipastikan perjuangan IRM akan lurus, walaupun tetap ada masalah yang akan dihadapi.

Semua komponen berperan dalam memajukan IRM di Kota Yogyakarta. Pelatihan yang bagus menjadi titik awal bagi majunya perjuangan IRM.

SEBUAH IMPIAN

MASTER PLAN PENGUATAN BASIS PD IRM KOTA YOGYAKARTA

Oleh: M. Arif Hidayatulloh

Basis memang sangat penting bagi kelangsungan sebuah organisasi, begitu pula IRM khusunya di Kota Yogyakarta ini. Mereka itulah yang nantinya akan melanjutkan estafeta kepemimpinan. Mereka jugalah yang menjadi subyek bergeraknya roda gerakan serta subyek perubahan. Merekalah yang akan mengibarkan panji-panji keadilan dan kesetaraan di rantingnya masing-masing. PD IRM tidak mungkin ada tanpa mereka. PD IRM tidak ada apa-apanya tanpa mereka dan PD IRM akan mati tanpa adanya basis.

Ya, basis sangatlah urgen bagi kelangsungan sebuah organisasi. Melihat hal ini PD IRM Kota berusaha melakukan terobosan-terobosan untuk bagaimana menggairahkan basis ini. Muali periode Konpicabran ini sampai nantinya periode Musyda XX PD IRM Kota Yogyakarta akan terus menyuarakan “back to basis” kembali kepada basis, sehingga program-program diarahkan untuk bagaimna bisa melaksanakan hal tersebut.

Dari kerangka besar Back To Basis ini PD IRM Kota Yogyakarta menurunkannya kepada:

1. Penguatan Fondasi Cabang

Ini merupakan PR pertama yang akan diperjuangkan mengingat kondisi Pimpinan Cabang yang sebegitu halnya. Ada beberapa point penting yang akan dilakukan untuk kembali (karena sebelumnya sudah) dalam upaya untuk memngokohkan fondasi Cabang

a. Pembentukan Tim khusus

Hal ini dilakukan melihat sebelumnya sudah ada upaya untuk mengokohkan dan melanjutkan eksistensi cabang ini dalam hal ini Wirobrajan, ini dilakukan oleh beberapa orang dari PD IRM. Akan tetapi hal ini tidak maksimal karena mereka yang berusaha ini hanya bersifat kultural. Melihat hal ini maka dikemudian hari diharapkan dibentuk tim khusus yang akan melaporkan kerja-kerjanya pada PD IRM Kota Yogyakarta

Selain itu, tim ini juga diharapkan dapat memberikan pemetaan potensi dan kelemahan dari kedua cabang. Tim ini akan diserahkan kepada Bidang Organisasi.

2. Penguatan Ranting

a. Komunikasi dan Silaturahmi

Komunikasi terbagi menjadi dua bagian; pertama ke PR IRM dan yang kedua kepada pihak sekolah. Kepada PR IRM bukan hanya dengan Turba seperti yang biasanya dilakukan, akan tetapi bagaimana komunikasi ini berjalan lebih intens dan lebih kultural. Ini dilakukan dengan penggunaan kembali istilah sektor dan penanggungjawab sektor. Mereka itulah yang mempunyai tanggungjawab sebagai penyambung lidah dan pembina ranitng-ranting yang ada di sektornya. Jika yang berjalan selama ini adalah satu orang mepunyai tanggung jawab satu sampai dua sekolah, setelah dievaluasi hal ini terasa berat bagi perseorangan tersebut. Akan tetapi, jika nantinya sektor dengan penanggungjawab beberapa orang tentunya akan terlihat ringan karena bersama-sama. Sangat berbeda antara sendirian dan Bersama-sama.

Yang kedua adalah kepada Kepala Sekolah dan atau Pembina IRM. Hal ini sangat penting melihat kebijakan Sekolahan ada di tangan Kepala Sekolah. Betul ada Dikdasmen yang mengatur mekanisme kebijakan sekolah, akan tetapi sangat memungkinkan sekolah membuat kebijakan sendiri yang relevan dengan keadaan sekolah yang bersangkutan. Hal ini dilakukan dengan Audiensi kepada kepala sekolah pada awal periode nantinya dan ketika PD IRM akan mengadakan kegiatan yang melibatkan ranting. Selain itu pada ranah kultural bisa dilakukan dengan menggunakan media-media yang sudah ada, seperti penngajian Pimpinan PDM dan Kepala Sekolah, kemudian memberi kesempatan kepada kepala sekolah untuk ikut menulis dalam majalah Gudeg, komunikasi melalui telepon dan sms (contoh sederhana dengan mengucapkan selamat pada hari-hari besar bahkan ulang tahunnya) dan frum kultural lainnya.

Jika PR dan sekolah sudah dekat, maka kerjasama dengan dua pilar penopang kegiatan PD tersebut akan lancara, dan otomatis memperlancar setiap kegiatan PD. Tapi ini hanya teori yang sangat mungkin dilumpuhkan oleh teori lain yang datang setelahnya. Harus ada fleksibilitas dalam pelaksanaannya.

b. Dari Ranting, Oleh Ranting dan Untuk Ranting

Maksud judul diatas adalah bagaimana program yang ada di PD IRM Kota Yogyakarta merupakan refleksi dari kebutuhan ranting se-Kota Yogyakarta. Perlu disadari bahwa hampir seluruh Pimpinan di PD IRM Kota Yogyakarta adalah mahasiswa yang “katanya” mempunyai pemikiran lebih tinggi satu tingkat dari pelajar (ini mungkin yang menjadikan parapendukung IRM tidak mau kembali ke IPM; karena menurunkan derajat dibawah IMM). Tentu ini tidak sesuai, apa yang dipikirkan oleh Mahasiswa kemudian dipaksakan kepada Ranting yang notabenenya masih siswa.

Maka PD IRM dalam satu periode kedepan sebelum menelurkan program-programnya terlebih dahulu melakukan telaah terhadap kebutuhan PR IRM se-Kota Yogyakarta. Apa yang mereka butuhkan, apa yang menjadi trend pada pelajar SMP dan SMA sekarang, apa yang menjadi trandmark bagi mereka. Tentu hal ini tidaklah mudah, hal ini agar program-program IRM terasa lebih membumi. Teman-teman ranting tidak merasa digurui, dan bisa mengikuti dengan semangat.

c. Strategi dan Sosialisasi Program

Program yang akan dibuat selain mempertimbangkan need assesment juga akan ada strategi khusus dalam pembuatan program dan penjadwalan. Nantinya setiap bidang mempunyai satu isu yang akan menjadi rujukan dari program-program yang ada dalam bidang tersebut. Selain itu setiap bidang mempunyai propaganda khusus yang akan digulirkan kepada Ranting dan sekolah untuk mendukung isu tersebut.

Hal ini dilakukan untuk sebagai propaganda kepada ranting agar mereka merasa memiliki program tersebut dan merasa ikut mempunyai tanggungjawab untuk merealisasikannya.

Tentu ini semua membutuhkan sosialisasi yang tidak mudah. Selain melalui Rakerda, akan dilakukan sosialisasi-sosialisasi kultural melalui mereka yang melakukan turba (mekanisme turba dapat dilihat dalam Sosialisasi dan Komunikasi No. 01). Diharapkan dengan ini seluruh Ranting dapat mendukung program PD IRM Kota Yogyakarta.

Selain kepada ranting dengan juga sosialisasi kepada kepala sekolah atau pembina IRM terkait program-program besar seperti Fortasi dan lainnya. Ini dilaukan agar kepala sekolah dapat ikut berpartisipasi dengan memotivasi siswanya untuk aktif dalam program-program PD IRM Kota Yogyakarta

d. Pemetaan potensi dan promosi

Setiap sekolah mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan sekolah lain. Olah karena itu,setiap sekolah juga mempunyai keunggulan-keunggulan yang berbeda dengan lainnya. Pemetaan potensi yang ada diranting dilakukan guna melengkapi data base organisasi, juga sebagai inventarisasi kekuatan PD IRM Kota Yogyakarta. Bagaimanapun ranting adalah kekuatan dan potensi-potensinya merupakan nilai yang tak terhingga.

Setelah inventarisasi, selanjutnya adalah PD IRM ikut mengembangkan potensi tersebut melalui program-programnya juga melakukan promosi dengan menampilkan potensi-potensi tersebut dalam setiap acara IRM. Sehingga nantinya sekolah Muhammadiyah seluruhnya menjadi sekolah unggulan tidak seperti sekarang yang terjadi gape yang sangat jauh antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.

PENUTUP

Demikian Progest report dan Master Plan PD IRM Kota Yogyakarta, semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Dukungan dan masukan sangat kami butuhkan sebagai refleksi dan motivasi bagi kami.

Ini semua hanyalah rancangan dan teori awal dari sebuah perjalanan panjang mencapai tujuan yang idel seperti yang ada pada AD/ART. Tidak menutup dikemudian hari teori ini dulumpuhkan bahkan digilas oleh teori lain yang lebih bagus dan kondusif menurut pimpinan yang bersangkutan. Semoga kita dapat terus berjuang di jalannya. IRM CAYOOOO!!!!!!!!!

Nuun Wal Qalami Wama Yasthurun