Jumat, 07 Maret 2008

PENDIDIKAN TERJANGKAU

“PESAN AL-MA’UN DAN REALITA PENDIDIKAN DI MUHAMADIYAH”

Teringat sebuah cerita, dikala KHA. Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri persyarikatan Muhammadiyah mengajarkan sebuah ayat kepada para muridnya. Tidak seperti ayat lainnya, beliau selalu mengulang kajian ayat tersebut sampai beberapa kali. Ketika “kebosanan” menimpa para muridnya, merekapun bertanya pada sang kiai tentang mengapa ayat tersebut diulang-ulang. Dengan tenangnya KHA. Dahlan mengatakan bahwa beliau mengulang-ulang ayat tersebut karena para muridnya belum bisa mengamalkan ayat tersebut. Ahmad Dahlan sangat terkenal dengan ulama yang kaya amal. Artinya dia akan selalu mengamalkan apa yang ia pelajari dan apa yang ia ajarkan. Tak terkecuali ayat tersebut.

Ayat tersebut adalah ayat-ayat dalam surat Al-ma’un, sebuah surat yang terletak dalam urutan yang ke 107 dalam Al qur’an, sebuah surat yang sangat pendek yang sering didengar ketika sholat berjama’ah, karena imamnya sering membaca juz ‘amma. Walaupun sering dibaca dan diulang-ulang dikaji rupanya menurut Ahmad Dahlan hal ini belum terealisasi dengan baik, sehingga dia terus mengulang kajian itu agar muridnya dapat merealisasikan ayat tersebut.

Dari inspirasi ayat tersebut akhirnya berdirilah panti asuhan, rumah sakit dan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang semuanya diperuntukan untuk fakir miskin dan kaum dhu’afa. Namanya untuk fakir miskin tidak mungkin biayanya mahal, harus ada iuran ini dan itu dan lain sebagainya. Itulah awal Muhammadiyah berdiri, Muhamamdiyah betul-betul sangat dekat dengan para dhu’afa, para fakir dan miskin.

Waktu terus berjalan dan zamanpun telah berubah. Berjalannya waktu membuat Muhamamdiyah dapat tersebar ke seluruh Indonesia bahkan mungkin ke luar negeri (walaupun sebenarnya yang mendirikan di luar negeri adalah warga Indonesia, tapi tetap perlu kita apresiasi). Dengan tersebarnya Muhammadiyah secara otomatis tersebar pula amalan-amalan yang dulunya menjadi amalan KHA. Dahlan dan muridnya. Akhirnya berdirilah rumah sakit Muhamamdiyah, berdirilah sekolah Muhamamdiyah, berdirilah panti asuhan Muhammadiyah dan Amal Usaha Lainnya di seluruh Indonesia. Bahkan ada sebuah anekdot, orang Muhammadiyah berkumpul berapapun orangnya akan membuat sekolah, kalau orang NU akan membuat pondok.

Hal diatas menjadi point positif bagi progresifitas gerakan Muhammadiyah. Artinya yang namnya gerakan harus bergerak, dan salah satu cara bergeraknya adalah dengan amal usaha. Akan tetapi terjadi permasalahan disini, penyebaran Muhammadiyah ke seluruh Indonesia kemudian diikuti berdirinya Amal Usaha Muhammadiyah telah menyurutkan bahkan mungkin menghilangkan nilai dan tujuan awal dari berdirinya amal usaha tersebut.

Jika ditilik dari awalnya bahwa Amal Muhammadiyah didirikan betul-betul sebagai wadah untuk pengabdian kepada masyarakat bawah dan dhu’afa. Bahkan amal usaha tersebut didirikan karena ada mereka yang termarginalkan oleh sistem yaitu kaum dhuafa dan fakir miskin dan Muhammadiyah ingin untuk mengangkat harkat dan martabat mereka seperti yang direfleksikan oleh surat Al-ma’un. Akan tetapi sekarang yang terjadi adalah bahwa semua amal usaha Muhammadiyah yang sekarang berdiri dimana-mana berubah haluan dengan memihak kepada mereka yang kaya, mereka yang berduit, mereka yang punya modal, tidak lagi berpihak pada kaum dhu’afa dan fakir miskin. Sekolah Muhammadiyah semakin mahal, Rumah sakit Muhammadiyah semakin tak terjangkau, dan berbagai amal usaha lainnya sudah tidak lagi melihat mereka yang terpinggirkan.

Secara lebih spesifik kita tilik sekolah Muhammadiyah. Jika mau dibagai hanya ada dua sekolah Muhammadiyah. Yaitu yang mahal yang notabenenya favorit yang diisi oleh orang-orang berduit, yang biasanya mempunyai kualitas baik, dan sekolah yang murah yang notabenenya “sekolah buangan” yang diisi oleh anak-anak yang tidak diterima di negeri dan atau sekolah favorit atau mereka yang tidak mempunyai uang yang hampir semua sekolahan tersebut mempunyai kualiatas pas-pasan bahkan dibawah standar.

Dari hal diatas terlihat sekali betapa Muhammadiyah tidak melihat para kaum lemah. Seakan Muhammadiyah sudah mengotakkan bagi kaum miskin sekolah ditempat yang rendah, dan bagi yang kaya sekolah ditempat yang bagus. Inilah diskriminasi yang tidak disadari oleh Muhammadiyah. Mengapa tulisan ini berani mengatakan demikian, karena jika dilihat apa yang dilakukan Muhammadiyah menghadapi hal diatas?. Muhammadiyah hanya bisa diam dan tidak melakukan apa-apa, bahkan sangat mendukung sekolah yang kaya agar income ke Pimpinan setempat tinggi.

Memang hal ini hanya dilihat secara umum Muhammadiyah se-Indonesia. Sebagai contoh benar masih ada sekolah Muhammadiyah yang kaya yang memperhatikan kaum fakir yang tidak mampu melanjutkan sekolahnya, benar masih ada sekolah Muhammadiyah yang memberikan beasiswa kepada mereka yang tidak mampu. Akan tetapi perlu dilihat kembali berapa persen dari amal usaha itu yang berpihak pada kaum dhuafa. Inlah permasalahannya, apalagi sekolah Muhammadiyah sebagai tempat kaderisasi Muhammadiyah secara khusus dan penerus bangsa secara umum sangat perlu untuk menyentuh mereka yang tidak mampu. Sekolah Muhammadiyah terlihat elite dan hanya bisa disentuh oleh orang-orang berduit.

Permasalahan ini sudah lama ada dan menjadi pembicaraan secara luas, akan tetapi sampai sekarang belum ada solusi konkrit bagaimana amal usaha Muhammadiyah dalam hal ini pendidikan Muhammadiyah dapat kembali berperan dalam masyarakat, baik itu yang mampu maupun tidak mampu, bukan bagi mereka yang mempunyai mobil, sehingga membuat macet jalan yang ada ketika penjemputan. Bukan pula bagi mereka yang berduit yang hanya bisa memberi uang tanpa kualitas.

Sekarang waktunya kita untuk memikirkan bagaimana solusi yang bisa kita berikan agar wajah pendidikan Muhammadiyah kembali cerah secerah sangsurya yang menyinari setiap lubuk kalbu dengan sinar ilahinya. Sudah habis waktu kita untuk mengeluh dan mengeluh, waktunya sekrang untuk bergerak dan bergerak.........Muhammadiyah tetaplah bersinar !!!!!!!

Tidak ada komentar: